Rabu, 27 April 2011

Sandal Jepit

Jika ditanya atau disuruh memilih antara sandal jepit dan sandal kulit atau sandal bermerek lainnya, tentu anda atau bahkan sayapun akan memilih sandal kulit atau sandal bermerek. Kenapa demikian? Anda semua pasti sudah tahu jawabannya. Sandal kulit atau sandal bermerek secara fisik lebih bagus, harganya lebih mahal. Siapapun yang memakai sandal kulit atau sandal bermerek akan terlihat lebih bergaya. Selama ini sandal jepit selalu identik dengan masyarakat kelas bawah. Sementara sandal lainnya identik dengan kelas di atasnya. Sandal jepit biasanya diletakan secara sembarangan, terkadang di kamar tidur, di dapur, dikamar mandi, bahkan seringkali dibiarkan terkena hujan, angin dan bahkan debu. Tak jarang secara fisik sandal jepit selalu tampak kusam, kotor dan tak terawat.

Memang selalu saja predikat negative menempel pada sandal jepit. Kita lebih tega menyia-nyiakan sandal jepit. Kita lebih ikhlas kehilangan sandal jepit dibanding kehilangan sandal atau alas kaki lainnya. Kita tak pernah merasa bangga mengenakan sandal jepit. Dengan kata lain, tidak ada yang dapat dibanggakan pada sandal jepit.

Dibalik penghinaan yang ditujukan kepada sandal jepit, ternyata tanpa disadari (walaupun sebenarnya disadari juga), sandal jepit memiliki peranan yang sangat besar di dalam kehidupan kita, Sandal jepit memiliki jasa yang luar biasa. Sandal jepit juga memiliki pengorbanan yang tinggi. Tidak percaya? Mari kita cermati dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi para ibu yang sering beberlanja di pasar-pasar tradisional, sandal yang sering digunakan ya pasti sandal jepit. Meskipun aktivitas sebelumnya adalah pulang kerja, arisan, kegiatan kebugaran (yang alas kakinya pasti menggunakan sepatu atau sandal kulit/bermerek), pasti jika hendak turun di pasar-pasar tradisional, semua alas kaki itu akan berganti atau ditukar dengan yang namanya sandal jepit. Bagi para bapakpun sandal jepit menjadi bagian dari aktivitas yang boleh dikatakan basah dan kotor seperti pada saat mencuci mobil, kerjabakti membersihkan sampah atau membersihkan saluran pembuangan limbah rumah tangga.

Sehubungan dengan penggunaan yang sering kali pada aktivitas atau tempat-tempat yang tidak terhormat, sandal jepitpun sering digunakan untuk mengidentikkan masyarakat atau kelompok tertentu yang terpinggirkan dengan sebutan kelas sandal jepit. Tentunya ini semakin menambah panjang daftar kejelekan dari sandal jepit.

Sampai saat ini saya sangat kasihan atas nasib si sandal jepit. Padahal sandal jepit memiliki jasa yang sangat sangat besar. Kita sebagai tuan yang mempekerjakannya seharusnya sadar akan beban berat yang dipikul sandal jepit. Ibaratnya sangat dibutuhkan tetapi mudah dilupakan. Jika diibaratkan sebagai mahluk hidup, dibandingkan dengan sandal lainnya, sandal jepit dapat dipastikan masuk surga terlebih dahulu. Loh..?

Bayangkan saja sebagai peran pengganti, sandal jepit telah membuat sandal-sandal lainnya menjadi lebih terawat, lebih awet, lebih tahan lama bahkan seolah-olah belum pernah terpakai sekalipun. Adakalanya sandal jepit harus disembunyikan, pada saat ada tamu-tamu penting yang berkunjung ke rumah kita dan tidak boleh kelihatan sama sekali, jika perlu dikumpulkan dan disimpan di dalam gudang.

Selain itu yang paling banyak menemani beribadah atau berkunjung ke mesjid-mesjid, mushola-mushola, acara pengajian adalah sandal jepit, sementara yang lainnya tersimpan rapi di rumah, dilemari, di bawah meja kantor, di kamar tidur tidak ikut ‘beribadah’. Semakin jelek sandal jepitnya (yang masih barupun sengaja dibuat sejelek mungkin dengan cara dibuat goresan sana sini, dipotong sebagian, bahkan tidak jarak pula yang dibuat lubang-lubang ditengah-tengahnya), semakin sering digunakan untuk mengunjungi mesjid-mesjid, terutama pada sholat jumat dengan alasan supaya tidak diambil orang dan juga lebih mudah direlakan jika hilang atau dicuri.

Sungguh besar pengorbanan sandal jepit.

Senin, 25 April 2011

KARTINI-KARTINI MAHABHARATA

Dewi Angraini

Salah satu tokoh dalam kisah Mahabharata antara lain disebutkan nama Dewi Anggraini. Dia adalah istri dari Prabu Ekalaya, Raja Paranggelung merupakan seorang bidadari yang sangat cantik. Peranannya sebagai sang ratu, sangat membantu Prabu Ekalaya dalam menjalankan pemerintahannya.

Prabu Ekalaya adalah seorang ksatria yang selalu mendalami ilmu perang dan sangat mahir dalam memanah setara dengan Arjuna. Ilmu memanah tersebut didapatkan setelah dia mengadakan perjalanan jauh untuk menemui Resi Dorna yang merupakan guru dari Pandawa dan Kurawa. Karena gagal meminta Dorna untuk mengajarkan ilmu memanah kepadanya, Ekalaya kemudian bersemedi dan mendapatkan sabda membuat patung Dorna dan melakukan pendalaman ilmu dihadapan patung tersebut. Sampai pada akhirnya Ekalaya berhasil menguasai ilmu tersebut.

Selama Ekalaya melakukan perjalanan memenuhi ambisinya, Anggraini setia menunggu di lingkungan istana. Sampai suatu saat Ekalaya kembali dari pertapaannya.

Pada suatu saat, dikarenakan kesibukan Ekalaya menjalankan pemerintahan, Dewi Anggraini diutus untuk melakukan perjalanan ke Hastina. Ditengah perjalanan, rombongan sang ratu dihadang oleh segerombolan tentara musuh. Pasukan Paranggelung tak kuasa melawan. Anggraini melarikan diri ke dalam hutan. Disana dia berjumpa dengan Arjuna yang sedang bersemadi dan meminta tolong kepadanya.

Kecantikan Dewi Anggaraini membuat Arjuna berhasrat padanya. Arjuna bersedia menolongnya dengan syarat bisa mendapatkan istri Parbu Ekalaya tersebut. Sebagai istri yang setia, Anggraini menolak permintaan tersebut dan mengadukan hal tersebut kepada Sang Prabu sehingga terjadi perselisihan Prabu Ekalaya dengan Arjuna.

Srikandi

Srikandi merupakan puteri kedua dari Prabu Drupada raja Negara Pancala dan Dewi Gandawati, putri Prabu Gandabayu dengan Dewi Gandini. Srikandi mempunyai dua saudara kandung bernama Dewi Drupadi/Dewi Kresna dan Arya Drestadyumna. Srikandi sangat mahir dalam menggunakan senjata dan juga pandai dalam ilmu peperangan. Kepandaian menggunakan senjata panah didapat ketika berguru pada Arjuna. Dalam kisah selanjutnya diceritakan Srikandi menjadi istri Arjuna.

Srikandi merupakan prajurit wanita yang handal. Dia menjadi contoh bagi prajurit-prajurit wanita lainnya. Dia pernah menjadi senopati perang Pandawa. Dan terakhir, dengan panahnya, Srikandi dapat menewaskan Bisma.

Bahwa Anggraini dan Srikandi merupakan teladan bagi kaum wanita dijamannya. Keduanya menempatkan diri sebagai wanita yang memiliki kemampuan yang sama dengan kaum lelaki tanpa melupakan kodratnya sebagai wanita yang juga berperan sebagai pendamping hidup.

Emansipasi telah dijalankan pada masa Anggraini dan Srikandi. Menjadi wanita adalah kehendak yang Maha Kuasa. Namun dalam proses perjalanan di dunia genetika tidak menjadi hambatan untuk dapat mencapai cita-cita kehidupan. Peran dan tanggungjawab yang diberikan merupakan moral yang harus dijalankan. Semua dijalankan dengan batasan yang jelas. Anggraini menjalankan tugasnya dengan bijak. Tetap setia pada Ekalaya, mempertahankan kehormatan dan menolak tawaran Arjuna.

Persamaan peran bukan selalu berarti pemerataan hak, begitu sebaliknya. Persamaan dan pemerataan hak berdampak pada ketidakharmonisan alam. Alam telah menciptakan dan menetapkan peran dan hak pada masing-masing elemennya. Penyimpangan akan menimbulkan ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan berujung pada kekacauan.

Emansipasi bukan sebagai mengakali takdir Illahi melainkan sebagai penyeimbang dalam kehidupan. Pemenuhan kewajiban masing-masing gender menjadi timbal balik yang harus dijalankan dengan baik. Itu pulalah mengapa di dunia ini ada pria dan wanita. Apa jadinya jika di dunia ini hanya ada pria saja atau hanya ada wanita saja. Pria dan wanita perlu bahu membahu dalam posisi perannya masing-masing.

Pemahaman emansipasi perlu bertransformasi dari persamaan hak menjadi pemahaman partisipasi yaitu suatu proses komunikasi atau kegiatan bersama dalam suatu situasi sosial tertentu dimana dapat menimbulkan atau memberi kesempatan untuk berinteraksi dengan pihak lain sehingga menjamin terjadinya pemenuhan terhadap kekurangan secara individual maupun kelompok, dalam hal ini adalah pria dan wanita. Keduanya tetap pada lingkaran kodratnya (tidak melewati batas) namun memiliki fungsi saling melengkapi.

Rabu, 13 April 2011

Petugas Parkir

Kemana tempat yang anda tuju sebagai tempat untuk refreshing sebagai selingan dalam menghadapi rutinitas hidup? Mungkin sebagian dari anda akan menjawab café, karaoke, cinema atau pusat perbelanjaan (atau yang biasa disebut Mall). Hmm..tidak berbeda dengan yang saya lakukan selama ini. Mungkin bisa dikatakan hampir setiap hari tidak ada hari tanpa ke mall. Apalagi pas ada program diskonnya, bisa-bisa dalam satu hari bisa dua kali ke mall yang sama karena belum menemukan barang dengan harga diskon yang sesuai dengan kantong (he..he..he..maklum cuma punya gaji yang pas-pasan).

Suatu saat , ada salah satu merchant mengadakan program diskon besar-besaran. SALE UP TO 70%. Ditambah diskon 5% jika menggunakan kartu kredit tertentu. Tanpa ragu-ragu, meluncurlah saya ke salah satu mall dimana merchant tersbut berada. Dimulailah perburuan barang-barang berlabel diskon. Dari pintu masuk sampai pojok-pojok ruangan tak lepas dari gapaian tangan yang bergerak sesukanya menjelajah meskipun nggak jelas apa yang semestinya dicari. Memang tujuan utamanya adalah sekedar mendapatkan diskon.

Begitu mendapatkan barang yang disukai, masalah berikutnya adalah mencari ukuran atau warna yang sesuai. Harga sudah oke, dapat diskon yang paling tinggi. Warna? Ukuran? Langkah selanjutnya adalah mencari penjaga toko untuk membantu mencarikan warna dan ukuran yang saya mau. Tubuh terasa lunglai begitu petugas mengatakan bahwa warna dan ukuran yang dimaksud tidak ada disana. Dia mencoba menenangkan dengan mengatakan bahwa kemungkinan ada di mall yang lain (merchant yang sama).

Secepat kilat , saya keluar dari merchant tersebut menuju tempat parkir dan meluncurkan mobil ke arah mall yang memiliki merchant yang sama. Syukurlah di mall yang terakhir ini barang yang hendak saya beli ada sehingga tidak sia-sialah perjalanan berburu diskon.

Begitulah sebagian cerita perjalanan mall to mall.Saking seringnya mendatangi mall, sampai-sampai petugas parkir di salah satu mall mengenali mobil yang saya kendarai. Mobil yang bagi saya sangat berjasa menemani kemanapun pergi. Mobil kecil namun berkemampuan besar, dapat membawa segala macam keperluan bak kamar berjalan. Mulai dari pakaian, keperluan kantor, makanan, minuman, aksesoris bahkan keperluan pribadi sekalipun (jangan-jangan dapur dibawa sekalian…he..he..he..)

Oh..ya..Kembali lagi ke petugas parkir, ternyata tidak hanya satu petugas parkir saja, tetapi hampir semua petugas parkir pada lantai yang sama mengenali mobil saya (saya selalu memilih tempat parkir pada lantai yang sama). Saking sudah dikenal, saya selalu diberi kemudahan dalam mencari tempat untuk memarkirkan mobil yang saya kendarai. Begitu mereka melihat mobil saya, mereka langsung mendekati dan mengantarkan ke lahan parkir yang masih kosong, sehingga saya tidak perlu menghabiskan waktu hanya untuk sekedar berputar-putar mencari tempat parkir. Kemudahan seperti itu tidak terjadi di satu tempat saja melainkan hampir disemua pusat perbelanjaan. Bagaimana hal tersebut dapat terjadi?

Semula berawal dari keikhlasan dalam menjalani hidup. Tugas dari petugas parkir utamanya adalah mengatur kendaraan yang datang agar mendapatkan lokasi parkir yang terkadang sulit didapat pada saat ramai. Tidak semua petugas parkir menjalankan tugasnya dengan baik. Ada yang hanya berdiri saja menunggu kendaraan keluar masuk, atau hanya sekedar berteriak: “trus..trus..trus..kanan..kanan..kiri..kiri..stoop!”, bahkan ada pula yang sekedar mengadahkan tangan berharap diberi imbalan tanpa melakukan apapun.

Pada suatu saat ketika saya hendak mencari lokasi parkir di salah satu pusat perbelanjaan, salah seorang petugas parkir dengan sigap mendatangi saya. “Mau parkir pak? Ikuti saya saja pak..” Tanpa berpikir panjang saya mengikuti langkah petugas tersebut. Ternyata memang benar saya diantar ke lokasi parkir yang masih kosong. Syukurlah. Saya berterima kasih kepadanya. Dari dalam mobil, saya melihat kesungguhan hati petugas itu dalam menjalankan tugasnya. Saya bisa membayangkan betapa sulitnya saya menemukan lokasi parkir pada saat ramai seperti saat itu jika tidak dibantu petugas itu. Spontan saya merogoh kantong celana. Saya ambil dompet, mengambil beberapa lembar ribuan dan saya berikan kepadanya sebagai tanda terima kasih atas jasanya. Petugas itu tampak sangat berterima kasih pula kepada saya. Sejak itulah setiap saya datang ke pusat perbelanjaan tersebut saya hampir tidak sulit menemukan lokasi parkir. Petugas parkir tersebut selalu membantu.

Rupanya peristiwa timbal balik antara saya dan salah satu petugas parkir tersebut diketahui oleh petugas pakir yang lain. Pernah suatu saat saya datang ke pusat perbelanjaan tersebut, petugas parkir yang biasanya membantu saya tidak tampak batang hidungnya. Tapi ada petugas parkir lainnya yang datang untuk membantu saya. Untuk kesekian kalinya saya bersyukur atas kemudahan ini. Sama seperti sebelumnya, sayapun memberikan sejumlah uang kepadanya atas bantuan yang diberikan. Begitulah yang saya lakukan kepada setiap petugas parkir yang mau membantu saya. Sehingga pada akhirnya, hampir seluruh petugas parkir mengenali saya ketika berkunjung ke tempat tersebut. Alhamdulillah, pada akhirnya saya memiliki sahabat-sahabat baru.

Minggu, 10 April 2011

Sahabat (2)

Kita bertemu dimasa lalu
Sejak itu aku tak bisa lepaskanmu
Kebersamaan kita begitu berarti buatku
Meski kau tak pernah merasakannya
Kini ku kian butuh kamu
Aku tak jelas tanpa kamu
Aku tak bisa khilanganmu
Aku tak bisa jauh darimu
Sehari tanpa kamu
Bgitu menyiksa buatku
Temani aku selalu
Meski kau tak butuh aku
Tapi aku butuh kamu
Sangat......

Cuplikan di atas saya dapatkan dari salah satu status yang ditulis dalam jejaring sosial Facebook. Tulisannya sangat sederhana. Dari segi kualitas, dapat dilihat bahwa yang menulis bukan seorang penyair ataupun seorang pujangga. Isinyapun bukan merupakan sesuatu atau hal-hal yang berat. Hanya menceritakan tentang kacamata.

Kacamata, menurut si penulis status, digambarkan sebagai sesuatu yang sangat berharga bagi pemiliknya. Digambarkan pula betapa ketergantungannya terhadap kacamata dalam kehidupan sehari-hari. Setiap saat, kapanpun, dimanapun, tidak pernah ketinggalan alat bantu penglihatan tersebut bertengger di batang hidungnya. Saking seringnya digunakan sampai-sampai siempunya tidak sadar jika benda itu selalu ada di depan matanya. Bahkan siempunya terkadang menanyakan keberadaan benda tersebut, padahal benda tersebut ada menempel pada wajahnya (he..he..he..dasar pikun)

Kacamata, dari sisi si pemakai, merupakan sahabat yang setia, Dimanapun, kemanapun, kapanpun, selalu dibutuhkan. Dalam keadaan panas terik maupun hujan, selalu menemani. Bahkan tidak jarang agar tidak lepas dari si pemakai, kacamatapun diberi tali pengikat agar tetap tergantung pada leher.

Sayapun sejak dari kelas 5 SD sudah tergantung kacamata. Pertama kali berkenalan dengan kacamata memang sungguh merepotkan dan sedikit menyiksa. Butuh waktu untuk menyesuaikan diri. Awalnya pandangan selalu berputar-putar membuat kepala terasa pusing. Keadaan seperti itu dialami selama beberapa hari, mungkin sampai seminggu. Namun setelah digunakan etrus menerus, barulah saya dapat menikmatinya. Pandangan menjadi jernih, lebih fokus seolah memiliki mata baru. Akhirnya kacamata itu tak pernah berhenti segala kegiatan yang saya lakukan. Bangun tidur segera mengambil kacamata, terkadangsampai tertidur hingga bangun di hari berikutnya kacamata tidak lepas dari wajah saya. Beberapa teman mengejek jika melihat saya tidur masih mengenakan kacamata. Mereka bilang supaya mimpinya bisa jelas terlihat (he..he..he..). Yang pasti saat ini saya sangat membutuhkannya bagai seorang sahabat.

Sahabat dan kacamata. Dua hal yang memiliki kesamaan. Sahabat sejati selalu ada saat dibutuhkan. Selalu menemani (meski bukan secara fisik) di segala waktu, dimanapun. Bahkan ibarat kacamata, sahabat sejati selalu ada didekat kita meskipun terkadang kita tidak menyadarinya. Baru akan terasa pada saat kita mulai atau merasa kehilangan. Pada saat itu kita baru menyadari arti sahabat. Pada saat kehilangan, kita baru bisa merasakan jasa-jasa yang telah diberikan oleh sahabat. Kita baru menyadari begitu besar makna seorang sahabat yang terkadang pada saat dia ada namun kita sia-siakan. Kita membutuhkan sahabat meskipun mereka tidak membutuhkan kita. Untuk itu peliharalah sahabat-sahabat anda. Jadikanlah mereka sahabat anda serta jadikanlah anda sebagai sahabat mereka.